PENYAKIT UJUB BESERTA OBATNYA



الحمد لله رب العالمين، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدًا عبده ورسوله؛ صلى الله وسلَّم عليه وعلى آله وصحبه أجمعين.

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya; semoga shalawat dan salam tercurah kepada-Nya, keluarga, dan seluruh sahabatnya. Amma ba’du.


Penyakit Ujub, kagum pada diri sendiri.

Sesungguhnya, rasa kagum (ujub) adalah penyakit berbahaya dan salah satu penyakit hati yang dapat merusak niat. Ini adalah sifat yang tercela dan tidak layak bagi seorang Muslim; ia menghancurkan kebaikan, menghilangkan ingatan, menghapus ibadah, menjauhkan diri dari Allah, dan merendahkan akal. Bahkan, ini adalah tanda kelemahan akal dan keterbatasan pemahaman, yang sangat menghancurkan bagi pemiliknya.

Dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: 

((ثَلَاثٌ مُنْجِيَاتٌ، وَثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ؛ فَأَمَّا الْمُنْجِيَاتُ: فَتَقْوَى اللهِ فِي السِّرِّ وَالْعَلَانِيَةِ، وَالْقَوْلُ بِالْحَقِّ فِي الرِّضَا وَالسُّخْطِ، وَالْقَصْدُ فِي الْغِنَى وَالْفَقْرِ. وَأَمَّا الْمُهْلِكَاتِ: فَهَوًى مُتَّبِعٌ، وَشُحٌّ مُطَاعٌ، وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ، وَهِيَ أَشَدُّهُنَّ))

"Ada tiga hal yang menyelamatkan dan tiga hal yang menghancurkan. Adapun yang menyelamatkan adalah: takwa kepada Allah baik dalam sembunyi maupun terang-terangan, berbicara dengan kebenaran dalam keadaan suka dan duka, dan berorientasi yang tepat dalam kekayaan dan kemiskinan. Sedangkan yang menghancurkan adalah: mengikuti hawa nafsu, kikir yang dituruti, dan rasa kagum seseorang terhadap dirinya sendiri, dan inilah yang paling berat." (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam "Syua'b al-Iman").

Dari Abdullah bin Mas'ud r.a., ia berkata:

«اثنتان مهلكتان: العُجْبُ، والقُنُوطُ»

 "Ada dua hal yang menghancurkan: rasa kagum dan putus asa." (Diriwayatkan oleh Abu Nu'aim dalam "Hilyah al-Awliya"). 

Perpaduan keduanya dalam hal kehancuran adalah bahwa orang yang putus asa tidak mencari kebahagiaan karena putus asanya, dan orang yang kagum juga tidak mencarinya karena mengira bahwa ia telah mendapatkannya.

Sheikh Hafizh Hakami dalam syairnya mengatakan:

   والعُجْبَ فاحْذَرْهُ إنَّ العُجْبَ مُجْتَرِفٌ *** أعْمالَ صاحِبِهِ في سَيْلِهِ العَرِمِ

"Dan hati-hatilah terhadap rasa kagum, karena rasa kagum menghilangkan amal-amal pemiliknya dalam arus yang menghempas." 

Syaikh memisalkan rasa kagum dengan banjir bah yang menghancurkan segala sesuatu di depannya, sehingga ketika seseorang terjangkit oleh rasa kagum, ia akan menghilangkan semua amal baiknya dan tidak menyisakan apapun.

Hafizh Al-Mundziri dalam bukunya "Al-Targhib wa Al-Tarhib" di bawah bab "Ancaman bagi yang mengaku dalam ilmu dan Al-Qur'an" mengutip hadits Umar bin Khattab r.a. bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: 

((يَظْهَرُ الإِسْلَامُ حَتَّى تَخْتَلِفَ التُّجَّارُ فِي البَحْرِ، وَحَتَّى تَخُوضَ الخَيْلُ فِي سَبِيلِ اللهِ، ثُمَّ يَظْهَرُ قَوْمٌ يَقْرَؤوُنَ القُرْآنَ يَقُولُون: مَنْ أَقْرَأُ مِنَّا؟! مَنْ أَعْلَمُ مِنَّا؟! مَنْ أَفْقَهُ مِنَّا؟!)) ثُمَّ قَالَ لأَصْحَابِهِ: ((هَلْ فِي أُولَئِكَ مِنْ خَيْرٍ؟ قَالُوا: اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ! قال: أُولَئِكَ مِنْكُمْ مِنْ هَذِهِ الأُمَّةِ، وَأُولَئِكَ هُمْ وَقُودُ النَّارِ))

"Islam akan muncul sampai para pedagang saling berselisih di lautan, dan sampai kuda-kuda berperang di jalan Allah, kemudian akan muncul suatu kaum yang membaca Al-Qur'an dan berkata: 'Siapa yang paling bisa membaca di antara kita?! Siapa yang paling tahu di antara kita?! Siapa yang paling paham di antara kita?!' Lalu beliau bertanya kepada para sahabatnya: 'Apakah di antara mereka terdapat kebaikan?' Mereka menjawab: 'Allah dan Rasul-Nya lebih tahu!' Beliau berkata: 'Merekalah dari kalian yang termasuk umat ini, dan merekalah bahan bakar neraka.'" Al mundziri mengatakan : (Diriwayatkan oleh At-Tabarani dalam Al-Awsath dan Al-Bazzar dengan sanad yang baik) Dihasankan oleh Al albani dengan jalur lain yang menguatkan.

Rasa kagum dan ujub juga dapat membawa kepada kesombongan, sikap merendahkan orang lain, dan berbangga diri di hadapan hamba-hamba Allah. Dalam hadits, Nabi ﷺ bersabda:

((لَا يَدْخُلُ الجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ))

 "Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya ada seberat biji sawi dari kesombongan." (Diriwayatkan oleh Muslim).

Rasa kagum juga menjadi penyebab munculnya banyak bid'ah dan penyimpangan. Dari Ka'ab r.a. berkata:

«إن أناسًا اجتمعوا ففارقوا الجماعة رغبةً عنهم وطعنًا عليهم ، ما فعلوا ذلك حتى دخلهم العجب؛ فإياكم والعجب، فإنه الذبح والهلاك».

 "Sesungguhnya ada sekelompok orang yang berkumpul lalu meninggalkan jamaah karena rasa tidak senang mereka terhadap hal tersebut kemudian mencela jamaah tersebut. mereka tidak melakukan itu sampai rasa kagum masuk ke dalam diri mereka; maka berhati-hatilah kalian terhadap rasa kagum, karena itu adalah penyebab kebinasaan." (Diriwayatkan oleh Abu Nu'aim dalam Hilyah).

Dan mungkin juga, rasa kagum seseorang pada dirinya sendiri dapat menyebabkan ia merendahkan orang lain, mengurangi martabat mereka, dan mengolok-olok mereka karena dosa-dosa mereka. Sebagaimana dikatakan oleh Ibn Qayyim rahimahullah :

"Mengolok-olok saudaramu karena dosanya adalah lebih besar dosanya daripada dosa yang dilakukan oleh saudaramu tersebut, dan lebih parah daripada pelanggarannya, karena hal itu melibatkan kesombongan dalam ketaatan, pengakuan diri, dan menganggap diri bersih dari dosa, sedangkan saudaramu terjebak oleh dosa tersebut. Mungkin, kehinaan yang ia rasakan akibat dosanya, dan apa yang ditimbulkan dari rasa rendah diri, keputusasaan, dan merendahkan diri, serta membebaskannya dari penyakit kebanggaan, kesombongan, dan rasa kagum pada diri sendiri, serta berdiri di hadapan Allah dengan kepala tertunduk, tatapan yang penuh rasa rendah diri, dan hati yang hancur, adalah lebih bermanfaat baginya dan lebih baik daripada kesombongan dalam ketaatanmu, merasa bangga dengan ketaatanmu dan menganggapnya sebagai kebaikan yang kamu miliki. Maka, betapa dekatnya orang yang berdosa ini dengan rahmat Allah, dan betapa dekatnya orang yang sombong ini dengan kemarahan Allah. Dosa yang membuatnya merasa rendah diri di hadapan-Nya lebih disukai oleh-Nya daripada ketaatan yang membuatnya merasa tinggi di hadapan-Nya. Jika kamu tidur dalam keadaan berbuat salah dan bangun dengan penyesalan, itu lebih baik daripada tidur dalam keadaan sombong dan bangun dengan rasa kagum. Sesungguhnya, orang yang sombong tidak akan diterima amalannya. Dan jika kamu tertawa sambil mengakui kesalahanmu, itu lebih baik daripada menangis dalam keadaan sombong. Keluhan para pendosa lebih dicintai oleh Allah daripada pujian dari orang-orang yang sombong. Mungkin Allah memberikan dosa ini kepadanya sebagai obat untuk mengeluarkan penyakit yang mematikan yang ada dalam dirinya, tanpa ia sadari."

Bisa jadi, seseorang merasa kagum pada amal yang sebenarnya salah, seperti kebanggaan para pengikut bid'ah atas amalan mereka. Allah berfirman: 

{قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالأَخْسَرِينَ أَعْمَالاً () الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا}

{Katakanlah: "Apakah kami akan memberi tahu kamu tentang orang-orang yang paling merugi dalam amal mereka? Mereka adalah orang-orang yang sia-sia usahanya di dunia ini, padahal mereka mengira bahwa mereka berbuat baik."} (Al-Kahfi: 103-104). 

Dalam sebuah hadis disebutkan, 

« بَلِ ائْتَمِرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَتَنَاهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ حَتَّى إِذَا رَأَيْتَ شُحًّا مُطَاعًا وَهَوًى مُتَّبَعًا وَدُنْيَا مُؤْثَرَةً وَإِعْجَابَ كُلِّ ذِى رَأْىٍ بِرَأْيِهِ فَعَلَيْكَ بِنَفْسِكَ وَدَعْ عَنْكَ الْعَوَامَّ فَإِنَّ مِنْ وَرَائِكُمْ أَيَّامَ الصَّبْرِ الصَّبْرُ فِيهِ مِثْلُ قَبْضٍ عَلَى الْجَمْرِ لِلْعَامِلِ فِيهِمْ مِثْلُ أَجْرِ خَمْسِينَ رَجُلاً يَعْمَلُونَ مِثْلَ عَمَلِهِ »

"Hendaklah kalian memerintahkan yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar, hingga kamu melihat sifat kikir yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti, dunia yang diutamakan, dan setiap orang yang berpendapat merasa kagum dengan pendapatnya. Maka, ambillah perhatian terhadap dirimu sendiri dan tinggalkan orang banyak, karena di belakangmu ada hari-hari yang penuh dengan kesabaran, dan kesabaran dalam hari-hari itu seperti menggenggam bara api, bagi orang yang bekerja di dalamnya mendapatkan pahala seperti pahala lima puluh orang yang melakukan amal yang sama." (HR. Abu Dawud, dan ada kritik pada sanadnya).

Rasa kagum dan ujub ini pula, dapat membuat seseorang lupa akan dosa-dosanya dan tidak memeriksanya karena merasa tidak perlu memperhatikannya, sehingga ia melupakannya. Apa yang diingatnya dari dosa tersebut dianggap kecil, sehingga ia tidak berusaha untuk bertaubat. Sedangkan ibadah dan ketaatan yang ia lakukan, ia pandang sebagai hal yang sangat besar dan baik, ia merasa berbuat baik kepada Allah dengan melakukan amal tersebut, dan ia melupakan nikmat Allah atasnya dalam taufik dan hidayah.

Serta banyak lagi bahaya dari rasa kagum berikut akibatnya yang mengerikan.

Ka'ab rahimahullah berkata:

«لو ملأ علمك ما بين السماء والأرض مع العجب ما زادك الله به إلا سفالًا ونقصانا»

 "Seandainya ilmu yang kamu miliki memenuhi antara langit dan bumi, lalu kamu kagum dan ujub akan hal tersebut, Allah tidak akan menambah untukmu dengan ilmu tersebut kecuali kehinaan dan kekurangan." (Diriwayatkan oleh Ibn Abd al-Barr dalam Jami' Bayan al-'Ilm wa Fadlihi).

Abu Wahb al-Marozi berkata: "Saya bertanya kepada Ibn Mubarak tentang rasa kagum. Ia berkata: 'Rasa kagum adalah ketika kamu merasa memiliki sesuatu yang tidak dimiliki orang lain, dan saya tidak mengetahui sesuatu yang lebih buruk di antara para shalat daripada rasa kagum ini.'" (Diriwayatkan oleh al-Dzahabi dalam Siyar).

Abdullah bin Mu'taz berkata: "Rasa kagum adalah salah satu keburukan akal yang paling parah." (Diriwayatkan oleh al-Khatib al-Baghdadi dalam al-Faqih wal-Mutafaqih).

Dan dari Masruq, ia berkata: "Cukup bagi seorang dianggap berilmu jika ia takut kepada Allah, dan cukup bagi seorang hamba dianggap bodoh jika ia merasa kagum dengan ilmunya." (Diriwayatkan oleh al-Darimi dalam Sunan).

Oleh karena itu, wajib bagi seorang Muslim yang ingin menasihati dirinya untuk merendahkan diri, mencurigai kekurangan dirinya, dan berhati-hati agar tidak terjebak dalam rasa kagum dan kesombongan, agar tidak terjerumus dalam kebinasaan akibat rasa kagum dan kesombongan tersebut. Sheikh Hafizh rahimahullah berkata:

لا تُعْجَبَنَّ بِهِ يُحبَطْ ولا تَرَهُ في جانبِ الذَّنْبِ والتَّقْصِيرِ والنِّعَمِ

"Janganlah kamu terpesona dengan amalmu, namun tidak melihatnya betapa banyaknya dosa, kekurangan, serta nikmat yang sudah dilalaikan."

Artinya, janganlah kamu merasa kagum dengan amal apapun yang kamu lakukan, baik itu shalat, puasa, menuntut ilmu, menghafal Al-Qur'an, atau amal baik lainnya; janganlah kamu merasa kagum, karena rasa kagum akan menghancurkan dan membatalkan amal tersebut. Sebaiknya, kamu melihat amal itu sebagai sesuatu yang kecil dibandingkan dengan dosa, kekurangan, dan nikmat.


Obat penyakit ujub.

Jika kamu merasa kagum dengan amal baik yang telah kamu lakukan, ingatlah tiga hal berikut:

Pertama : Ingatlah dosa-dosa yang telah kamu lakukan dan maksiat yang telah kamu lakukan; karena pengakuan para pendosa atas dosa dan kekurangan mereka di hadapan Allah akan membantu menghancurkan rasa kagum tersebut.

Hafizh Ibn Rajab rahimahullah berkata: "Hal ni lebih dicintai oleh Allah daripada banyaknya amal ketaatan; karena terus-menerus dalam ketaatan dapat menimbulkan rasa kagum. Dalam hadis dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 

((لو لم تذنبوا لخشيت عليكم ما هو أشد من ذلك؛ العجب))

'Jika kamu tidak berbuat dosa, saya khawatir kamu akan menghadapi sesuatu yang lebih parah dari itu, yaitu rasa kagum.' 

Al-Hasan berkata: 'Seandainya anak Adam selalu merasa benar dalam setiap ucapannya dan selalu baik dalam setiap amalnya, ia hampir saja gila karena rasa kagum.' Sebagian dari mereka berkata: 'Dosa yang membuatku merasa butuh kepada-Nya lebih aku cintai daripada ketaatan yang membuatku sombong di hadapan-Nya. Keluhan para pendosa lebih dicintai-Nya daripada pujian dari orang-orang yang sombong; karena pujian mungkin mengandung unsur kesombongan, sedangkan keluhan para pendosa dihiasi dengan kerendahan hati dan ketergantungan.' Dalam hadis disebutkan: 'Sesungguhnya Allah memberi manfaat kepada hamba dengan dosa yang ia lakukan.' Al-Hasan berkata: 'Sesungguhnya seorang hamba melakukan dosa dan tidak melupakannya, dan ia terus merasa takut akan dosa itu hingga ia masuk surga. Tujuan dari kesalahan seorang mukmin adalah penyesalan, dan dari kelalaiannya adalah penyesalan. Dari penyimpangannya adalah perbaikan, dari keterlambatannya adalah percepatan, dan dari kesalahan yang terperosok dalam hawa nafsu adalah diangkat tangannya agar ia selamat menuju keselamatan.'" 

Dari Mutarif bin Abdullah bin al-Syikhkhir rahimahullah, ia berkata: "Lebih baik bagiku jika aku tidur dan bangun dalam keadaan menyesal, daripada bangun malam untuk ibadah lalu bangun pagi dengan rasa ujub" (Diriwayatkan oleh Ibn Mubarak dalam al-Zuhd).

Kedua : Ingatlah bahwa kamu adalah orang yang penuh kekurangan, bahkan dalam amal yang kamu kagumi itu; karena seberapa pun kamu berusaha menyempurnakan amal, kamu tetap tidak lepas dari kekurangan, dan tidak ada yang dapat memastikan bahwa amal tersebut diterima. 

Allah Azza wa Jalla berfirman mengenai para mukmin yang sempurna: 

{وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ}

"Dan orang-orang yang memberikan apa yang mereka berikan, dan hati mereka takut karena mereka akan kembali kepada Tuhan mereka." (QS. Al-Mu'minun: 60). 

Dalam hadis yang sahih, Aisyah radhiyallahu 'anha bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang siapa orang tersebut? "Apakah dia seorang lelaki yang berzina, mencuri, dan minum khamar?" Beliau menjawab: 

((لَا يَا بِنْتَ أَبِي بَكْرٍ - أَوْ يَا بِنْتَ الصِّدِّيقِ - وَلَكِنَّهُ الرَّجُلُ يَصُومُ وَيُصَلِّي وَيَتَصَدَّقُ، وَهُوَ يَخَافُ أَنْ لَا يُقْبَلَ مِنْهُ))

"Tidak, wahai putri Abu Bakar, tetapi dia adalah seorang lelaki yang berpuasa, shalat, dan bersedekah, dan dia takut amalnya tidak diterima." (Diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ibn Majah, dan Ahmad).

 Allah Azza wa Jalla juga menggambarkan keadaan Ibrahim al-Khalil saat membangun Ka'bah:

 {وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ}

 "Dan ketika Ibrahim mengangkat fondasi rumah (Ka'bah) dan Ismail, 'Ya Tuhan kami, terimalah amal kami; sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Maha Mengetahui.'" (QS. Al-Baqarah: 127). 

Wahb bin al-Ward rahimahullah membaca ayat ini dan menangis, sambil berkata: "Wahai kekasih Allah (Ibrahim), engkau yang membangun rumah Allah lalu engkau khawatir amalmu tidak diterima!?" (Diriwayatkan oleh Ibn Abi Hatim dalam tafsirnya).

Bagaimana mungkin seseorang merasa kagum dengan amalnya, sementara ia tidak tahu apakah amal tersebut diterima atau tidak! Ibn Aun rahimahullah berkata: "Janganlah kamu merasa aman dengan banyaknya amal; karena kamu tidak tahu apakah amal itu diterima atau tidak, dan janganlah kamu merasa aman dari dosamu; karena kamu tidak tahu apakah dosamu diampuni atau tidak. Semua amalmu tidak diketahui; kamu tidak tahu apa yang Allah lakukan padanya, apakah ia dimasukkan ke dalam Sijjin atau diangkat ke ‘Illiyyin." (Diriwayatkan oleh Ibn Abi Dunya dalam "Tawbah").

Ketiga: Ingatlah bahwa nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala atasmu tidak terhitung dan tidak terbilang, termasuk amal baikmu yang merupakan karunia dan taufik dari-Nya. Hal ini dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, di mana Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 

((لَنْ يُنْجِيَ أَحَدًا مِنْكُمْ عَمَلُهُ))

"Tidak akan ada amal yang menyelamatkan seseorang dari kalian." Mereka bertanya: "Termasuk dirimu, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab:

((وَلَا أَنَا إِلَّا أَنْ يَتَغَمَّدَنِيَ اللهُ بِرَحْمَةٍ))

 "Termasuk diriku, kecuali jika Allah meliputiku dengan rahmat-Nya." Beliau, yang paling takut dan paling sempurna dalam beribadah kepada Allah, berkata demikian; lantas bagaimana dengan orang lain?

Oleh karena itu, obat dari rasa kagum, sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur'an, adalah dengan mengucapkan: "Masha Allah, la quwwata illa billah," 

 {وَلَوْلا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاء اللَّهُ لا قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ}

{Dan jika kamu masuk ke dalam kebunmu, katakanlah: Masha Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah.} (QS. Al-Kahf: 39). 

Ingatlah nikmat Allah atasmu, bahwa semua urusan adalah atas kehendak-Nya, dan tidak ada kekuatan bagimu kecuali dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan bahwa keutamaan ada di tangan Allah, Dia memberi kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah adalah Pemilik keutamaan yang agung. Dialah yang memberi dan menahan, yang mengangkat dan merendahkan, yang memegang dan melapangkan, dan semua urusan berada dalam pengaturan, karunia, dan anugerah-Nya, Yang Maha Tinggi.

Jika seseorang merenungkan tiga hal ini, niscaya rasa kagum akan hilang darinya dengan izin Allah Subhanahu wa Ta'ala. 

Al imam Asy Syafi'i rahimahullah berkata: 

«إِذَا خِفْتَ عَلَى عَمَلِكَ العُجْبَ؛ فَاذكُرْ رِضَى مَنْ تَطْلُبُ، وَفِي أَيِّ نَعِيْمٍ تَرْغَبُ، وَمِنْ أَيِّ عِقَابٍ تَرْهَبُ، فَمَنْ فَكَّرَ فِي ذَلِكَ صَغُرَ عِنْدَهُ عَمَلُهُ»

"Jika kamu takut terhadap amalmu karena rasa kagum, ingatlah ridha siapa yang kamu cari, dalam kenikmatan apa yang kamu inginkan, dan dari hukuman apa yang kamu takuti. Siapa yang merenungkan hal ini, maka amalnya akan terasa kecil di hadapannya." (Diriwayatkan oleh al-Dzahabi dalam Siyar).

Dan hendaknya juga, dalam hal ini kita merenungkan keadaan generasi awal, terutama para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, betapa hati-hati mereka terhadap rasa ujub dan besarnya perhatian mereka untuk menjauhinya. 

Alim besar Ibn al-Qayyim rahimahullah dalam bukunya "Al-Da’u wa al-Dawa" mengatakan:

«ومن تأمَّل أحوال الصَّحابة رضي الله عنهم وجدهم في غاية العمل مع غايةالخوف، ونحن جَمَعْنَا بين التَّقصير -بل التَّفريط- والأمن، فهذا الصِّدِّيق يقول: "وددتُ أنِّي شعرة في جنب عبد مؤمن" ذكره أحمد عنه، وذكر عنه أيضًا أنَّه كان يمسك بلسانه ويقول: «هذا الَّذي أوردني الموارد»، وكان يبكي كثيرًا ويقول: "ابكوا؛ فإنْ لم تبكوا فتباكوا"، وكان إذا قام إلى الصَّلاة كأنَّه عُودٌ من خشية الله، .. ولمـَّا احتضر قال لعائشة: "يا بُنيَّة! إنِّي أصبتُ من مال المسلمين هذه العباءة وهذه الحلاب وهذا العبد، فأسرعي به إلى ابن الخطَّاب"، وقال: "والله لوددت أنِّي كنت هذه الشَّجرة تؤكل وتعضَد"...»

 "Barang siapa yang merenungkan keadaan para sahabat radhiyallahu 'anhum, ia akan mendapati mereka berada dalam keadaan bekerja keras dengan disertai rasa takut yang mendalam. Sementara kita, justru menggabungkan antara kekurangan—bahkan kelalaian—dan rasa aman. Abu Bakar berkata: 'Aku berharap aku hanyalah sehelai rambut di samping seorang hamba mukmin.' Diriwayatkan oleh Ahmad darinya, dan disebutkan juga bahwa ia memegang lidahnya dan berkata: 'Inilah yang membawaku kepada kebinasaan.' Ia sering menangis dan berkata: 'Menangislah, jika kalian tidak bisa menangis, berpura-puralah untuk menangis.' Dan ketika ia berdiri untuk shalat, ia tampak seperti batang kayu karena takut kepada Allah. Ketika menjelang ajal, ia berkata kepada Aisyah: 'Wahai putriku! Sesungguhnya aku telah mengambil dari harta kaum Muslimin jubah ini, pelana ini, dan hamba ini, maka segeralah berikan kepada Umar.' Ia juga berkata: 'Demi Allah, aku berharap aku adalah pohon ini yang dimakan dan ditebang.'” 

Ia menyebutkan contoh-contoh ini untuk menggambarkan keadaan sejumlah sahabat radhiyallahu 'anhum.

Ia juga mengatakan dalam "Madarij al-Salikin": 

«رضاءُ العبد بطاعته دليلٌ على حسن ظنِّه بنفسه وجهله بحقوق العبوديَّة، وعدم عمله بما يستحقُّه الرَّبُّ جلَّ جلاله ويليق أن يعامَل به، وحاصل ذلك: أنَّ جهله بنفسه وصفاتها وآفاتها وعيوب عمله، وجهله بربِّه وحقوقه وما ينبغي أن يُعامل به، يتولَّد منهما رضاه بطاعته وإحسان ظنِّه بها، ويتولَّد من ذلك من العُجب والكِبر والآفات ما هو أكبر من الكبائر الظَّاهرة؛ من الزِّنا، وشرب الخمر، والفرار من الزَّحف، ونحوها، فالرِّضا بالطَّاعة من رعونات النَّفس وحماقتها، وأرباب العزائم والبصائر أشدُّ ما يكونون استغفارًا عُقيب الطَّاعات لشهودهم تقصيرهم فيها، وترك القيام لله بها كما يليق بجلاله وكبريائه»

"Kepuasan seorang hamba terhadap ketaatannya adalah indikasi dari anggapan baiknya terhadap dirinya sendiri dan kebodohannya tentang hakikat perbudakan, serta ketidakmampuannya untuk beramal sesuai dengan apa yang layak bagi Tuhannya, Yang Maha Tinggi. Pada dasarnya, kebodohannya tentang dirinya, sifat-sifatnya, dan cacat-cacat amalnya, serta ketidaktahuannya tentang Tuhannya dan hak-haknya, yang seharusnya diperlakukan dengan baik, menghasilkan kepuasan terhadap ketaatannya dan anggapan baik terhadapnya. Dari sini, lahir rasa kagum, kesombongan, dan berbagai penyakit yang lebih besar dari dosa-dosa besar yang terlihat, seperti zina, minum khamar, dan melarikan diri dari peperangan, dan sejenisnya. Kepuasan terhadap ketaatan adalah salah satu kelemahan dan kebodohan jiwa. Sedangkan orang-orang yang memiliki tekad dan pandangan yang tajam, semakin banyak mereka beristighfar setelah melakukan ketaatan, karena mereka menyaksikan kekurangan mereka dalam menjalankannya dan tidak dapat melaksanakannya sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya." 

Doa adalah kunci segala kebaikan dan pelindung dari segala keburukan. Maka, hendaklah seseorang bersungguh-sungguh kepada Tuhannya dan merendahkan diri kepada-Nya, memohon perlindungan dari segala akhlak, perbuatan, hawa nafsu, dan penyakit yang tidak baik. 

Hanya Dia yang memberikan taufik, tiada sekutu bagi-Nya. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada Nabi Muhammad, keluarga, dan sahabatnya.

Semoga Allah memberikan pertolongan.

_______

Ditulis Oleh : Syaikh Abdurrazzaq albadr.

diterjemahkan oleh : Abu Hatim Huzaifah Ali Akbar

Post a Comment

0 Comments