Aku ingin sekali menulis tentang Riau, tapi jendela kamarku tak
menggambar jelas hijau hutannya, rumah salaso jatuh kembarku tak lagi
nyaman terasa, ujung selembayung ku.., sudah jatuh ke panasnya lancang
kuning. jadi, apa yang baiknya aku tulis?
Tadinya, aku ingin bercerita tentang tawa budak belayu di tepian siak.
Tadinya, aku ingin mengajak anda pada bono kampar yang mendunia.
Tadinya, aku ingin berkisah tentang hangtuah nan melegenda.
Tadinya, aku ingin kau bergabung pada festival pacu jalur yang penuh gembira.
tadinya, aku ingin......tadinya...hanya ingin.
Begitulah..., aku bingung tentang apa yang hendak kutulis?
apa aku hanya akan menulis keluh kesah Riau yang kini tengah dirudung?
atau aku hanya akan menulis tangisan dalam kisah penderitaaan.?
Pagi
ini, aku melihat mentari dari atas lantai 3 kampus biru, ada
keperkasaaan sang pencipta pada terik panasnya. Ada sahut gembira dari
merpati di tiang iklan wonderful indonesia.
Timeline pagi ini
penuh dengan kabar rekan rekan dari kota ibunda, kabar tentang kembali
memburuknya kualitas udara di langit Riau, juga kabar tentang
perpanjangan liburan sekolah yang menjadi akibat dari sebab yang
tersebut.
Kisah kisah dari rekan di kota ibunda mengingatkan
tentang cerita 4 tahun lalu, pekat asap yang persis seperti hari ini.
Kegiatan belajar menagajar di pesantren ketika itu terhenti, santri
santri dilarang berkeliaran bahkan hanya sekedar sekitaran ma’had.
Sekolah sekolah negri dan swasta selain pesantren sudah lebih dulu
meliburkan siswanya untuk mejaga kesehatan mereka.
Pagi itu,
di dapur ma’had. Sepotong bakwan dengan lumuran sambal terasi khas
indofood menemani telor dadar ukuran setengah. Gelak tawa anak anak itu
bergaung di saentaro dapur, pekat pekat asap tak menghalagi tawa mereka
untuk lepas. Dan memang begitu, walau asap kian pekat dan matahari tak
terlihat, canda tawa mereka tak pernah hilang. Terlebih, pagi itu KBM
ditiadakan, walaupun perintah libur belum tersampaikan.
Aku
sendiri diantara gulungan asap yang kian menjadi, sekitaran asrama
terlihat putih, masjid yang menjadi pusat pesantren pun samar samar
terlihat, padahal jarak antara asrama dan masjid hanyalah selusin
langkah kaki. Rekan rekan sekamar sudah tertidur pulas, menikmati libur
dadakan dengan suara dengkuran yang seakan tertahan. Mereka menghirup
pekatnya asap yang mulai mamasuki kamar, lalu membuang udara tersebut
dengan nafas sesenggukan. Sesak.
menara bank riau yang terbungkus asap |
Apa yang hendak aku tulis tentang Riau ?
apa umpatan pada durjana itu ?
atau sumpah serapah denngan nama anggota kebun binatang pada pemerintah?
Malam
itu, aku snegaja membongkar kitab kitab lama yang sudah tak karuan,
maktabah yang berisi ratusan kitab sepertinya butuh pada sentuhan
tanganku.
Tak sengaja, buku tebal yang selama masa nyantri ku
jadikan objek keluh kesah dan sumpah serapah, ku temukan. Sedikit
berdebu memang, namun rayap belum lagi nafsu untuk memakan. Lembaran
awal dari buku ini sempat ku isi dengan perkataan Nabi dan atsar
sohaabi, juga kalimat kalimat dari ulama tak luput ku goreskan di buku
ini. Ada kertas yang menguning kudapati, ada tinta yang memudar kutemui.
Di jantung buku ini, ada keluh kesah ku ketika itu, di saat
menahan bau asap yang tak terkira, juga menahan rasa jengkel pada
pesantren yang tak kunjung meliburkan santrinya. Di dalamnya aku dapati
juga dua halaman surat kecilku untuk pemerintah saat itu. Walaupun sama
sekali tak terkirim pada mereka. Jangan kan ku kirim, melepasnya saja
dari halaman halaman buku ini tak kulakukan.
Padanya aku menulis :
---------------
“Dear bapak Ir. Joko widodo.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Apa
kabar pak? Bapak sehat ? semoga bapak selalu dalam lindungan Allah azza
wajalla. Bapak tau riau kan ? itu lho, sebuah provinsi di barat
indonesia yang kini tak tampak oleh peta. Iya pak, tak tampak oleh peta.
Kenapa ? ada kabut pekat yang tengah menggulung udara kami.
Pak,
pertama tama terima kasih sudah meliburkan kegiatan kami di sekolah
sekolah, demi menjaga kesehatan kami. Walaupun, titah itu keluar setelah
teman kami tertidur untuk tak kembali lagi. Tapi tak apa, setidaknya
bapak sudah mengambil langkah tepat, melepas tanggung jawab sekolah dari
sakit yang akan diterima siswanya. agar nanti tak ada berita besar
denagn tagline 'sekolah A membiarkan siswanya belajar di luar ruangan
hingga terkena ispa dan berakhir kematian'. Duka antar keluarga cukup
kecil jika duka antar sekolah, kan?!
Pak, apa bapak tak
ingin berkunjung ke kami ? saya yakin, nanti ada banyak anak anak akan
menyambut bapak. tapi jangan heran jika bapak tak melihat wajah mereka
karena terbungkus duka dibalik masker mereka.tapi, tak apa, datang
sajalah.
Saya pernah membaca bahwa negara kita merupakan
sumber oksigen dunia. kalau kata mereka, kita ini paru paru dunia. namun
kini, paru paru paru sedang sakit, atau bukan lagi sakit, dia sudah
rusak.
Pak, kemana bapak saat rintihan adik adik kami
mengudara ? kemana bapak saat hijau hutan kami menguning,lalu terbakar
api keegoisan ? kemana ?
Pak, maaaf, kalimat kalimat surat
ini terbaca kurang sopan, tapi beginilah apa yang hendak saya tuliskan.
saya takut paru paru dunia ini kelak hanya tinggal cerita. tentang
sbeuah negara dengan hamparan hijau yang menyejukkan mata, tentang
tenang dan tentramnya flora dan fauna hidup berdampingan. saya takut,
kelak anak cucu saya hanya bisa membuka album foto lama, lalu bertanya
"kek, mana kini permadani hijau itu? apa dahulu manusia sesrakah itu?
hingga tak peduli akan gembira anak cucunya ?" begitu pak.
semoga
Allah selalu menjaga bapak dan keluarga serta kita semua dari fitnah
harta. karena saya tahu, kami tahu bukan bapak dan rekan rekan bapak
yang menjadi sebab menghitamnya langit riau, tapi ada oknum durjana yang
tega merusak masa depan bangsa.
bagaimana tidak pak, udara
yang memburuk ini membuat sekolahan menjadi terhenti. ada banyak ilmu
yang harus dikorbankan hanya karena ulah nafsu untuk memperbanyak harta
dan tumpukan dunia. dan kita semua tau itu.
pak, segini dulu
surat saya, saya belum bisa lanjutkan, mata saya perih karena debu, dada
saya sesak karena asap. semoga saja bapak membaca.
oh ya
pak, surat ini saya tulis setelah saya dan rekan rekan sedaerah saya
memanjatkan do'a minta hujan. karena seperti yang kami pelajari, tidak
ada yang dapat mengangkat musibah kecuali Allah subhanahu wata'ala. dan
surat ini hanyalah panggilan agar bapak mengunjungi kami. agar kami
merasa bapak ada kerja.
terima kasih pak, wassalamualaikum warahmatullah."
Garuda sakti km.7 kampar Riau
maret 2015
---------------------
jadi, apa yang hendak aku tulis tentang riau?
baiklah...aku sudah dapatkan temanya. "RIAUKU MANIS, SILAKAN MENANGIS"
iya, menangislah riauku, karena tangismu merupakan obat dari gundahmu.
menangislah,
karena nikmat yang telah banyak kau lalaikan. hutanmu, minyakmu,
sawitmu, karetmu, dan segala nikmat yang tak lagi dapat tercatat. yang
semua sudah kau lupakan, yang semua sudah kau sia siakan.
menangislah !!
hujan
ini terhenti karena infaq yang tertahan, maka salurkanlah. berikan
tangismu bersama dengan aliran sedekah. agar kiranya Allah berkenan
menurunkan hujan sebagai balasan.
menangislah bersama sujud di lapangan !
menangislah bersama tangan yang tertadahkan !
menangislah, karena Rabbmu maha mendengar, karena Rabbmu maha melihat, karena Rabbmu maha pengasih lagi maha penyayang.
menangislah Riau ku, agar mereka yang kini tutup telinga dapat mendengar. agara mereka yang tutup mata dapat terjaga. semoga.
Api keegoisan |
malam
ini, aku tatap lamat lamat situs BMKG, suara lirihku berbisik,
alhamdulillah. konsentrasi PM10 daerah pekanbaru sudah menurun ke level
yang lebih rendah. artinya malam malam ini bisa Riauku gunakan untuk
menangis terisak tanpa sesak, agar Riauku kembali seperi Riau yang dulu, yang hijau, yang indah, dan berkah.
Malam ini juga aku dengar kabar bahwa RI 1 tengah berada di Riau. Terima kasih, walau surat tak tersampaikan, setidaknya beliau sudah berkunjung. Sekali lagi terima kasih.
Sekian.
17 september 2019 / 17 muharram 1441
kostan jakarta. indonesia
3 Comments
Masya Allah mantap sekali ustadz
ReplyDeleteTerima kasih sudah berkunjung dan berkomentar
DeleteHanya Do'a yang bisa kita panjatkan,Semoga Riau kita segera membaik,Sanak famili sudah rindu birunya langit bumi melayu.
ReplyDeleteMari basahi pipi dengan air mata taubat,Semoga Tuhan lekas menurunkan air Rahmat